China : Negara Komunis dengan ekonomi Kapitalis (1949-1969)
Memasuki tahun 1949 Partai Komunis China mendapatkan
kemenangan. Hal ini mengakibatkan Mao Tse-Tung naik menjadi pimpinan tertinggi
Republik China dan berupaya mengejawantahkan sistem komunis di segala segi
kehidupan, Mao telah merubah ekonomi China dari kapitalis menjadi sosialis,
pria kelahiran 1893 ini juga berhasil merubah pandangan kesetiaan terhadap
sistem famili menjadi kesetiaan terhadap bangsa dan Negara secara keseluruhan,
bahkan tidak hanya itu saja. Ideologi Kong Hu-Cu yang melekat pada paradigma
berfikir masyarakat Chinapun mulai berubah menjadi Komunis.
Pertanyaan pertama yang patut kita lontarkan adalah, samakah
komunis di China dengan Uni Soviet? Ada satu hal mendasar yang membedakan China
dengan Soviet, jika di Soviet yang menjadi basis perjuangan partai komunis
adalah buruh, maka di China basis perjuangan partai komunis adalah petani. Ide
ini muncul berdasarkan fakta yang terjadi bahwa penggerak perlawanan terhadap
kelompok Nasionalis di China sebagian besar dilakukan oleh kelompok Petani.
Ketika terjadi perlawanan sengit melawan nasionalis, petani merupakan salah
satu basis perjuangan yang menjadi sokoguru partai komunis, berangkat dari
pandangan inilah akhirnya muncul kebijakan mendasar yang berbeda. Jika Stalin
sangat memperhatikan pembangunan sektor industri, maka Mao di pertengahan masa
pemerintahannya sangat memperhatikan pembangunan pertanian.
China yang berhasil direbut Komunis dengan jalan pertempuran
sengit selama 38 tahun, berada dalam keadaan porak-poranda. Hal ini memicu
usaha percepatan yang harus dilakukan oleh pemerintah. Salah satu usaha
percepatan yang dilakukan oleh pemerintah China di awal tahun 1950’an adalah
program “Lompatan Jauh ke depan” yang menerapkan metode intensifikasi produksi
dengan penggunaan tenaga manusia. Inilah titik awal perubahan pembangunan China
dari pertanian menuju industrialisasi. Apakah hal ini berjalan efektif hingga
akhir masa pemerintahan Mao?
Menurut Chu-Yuan Cheng dalam The Economy of Communist China,
1949-1969 yang diterbitkan oleh University Of Michigan, pemerintahan
Mao sejatinya dapat dibagi ke dalam dua dekade. Dekade pertama adalah proses industrialisasi dari pertanian menuju industri. Dan
dekade kedua ketika mulai terjadinya krisis ekonomi(1960-62) serta pergolakan
politik (1966-1969).
China Masa Industrialisasi ; Peralihan Petani Ke Buruh (1949-1957)
Tahap industrialisasi China terjadi pada
dekade pertama (1949-1957). Dalam dekade ini mulai terjadi peralihan mendasar
dari pertanian menuju industri. Strategi Pertumbuhan kurun 1949-57 menurut
Cheng hampir sepenuhnya meniru Soviet, alat-alat produksi
dinasionalisasi sebagai milik negara, perencanaan komando terpusat, pembangunan
industri-industri berat, perlindungan keamanan tanpa hak-hak politik buruh dan
petani, penindasan terhadap level konsumsi buruh dan petani untuk memaksimalkan
potensi kelebihan ekonomi, dan konversi kelebihan ekonomi ke dalam investasi
tingkat tinggi di bidang manufaktur, dan industri.
Kebijakan-kebijakan ini sesungguhnya tidak hanya
merubah mindset pertanian pada industri saja, namun lebih dari itu.
Kebijakan yang diterapkan di awal masa pemerintahan Mao ini juga telah menarik
pondasi awal ekonomi Negara dari pedesaan yang merupakan basis petani menuju
perkotaan yang notabene basis buruh. Dalam lima tahun pertama berjalannya
kebijakan ini, terjadi peningkatan yang cukup dahsyat di bidang industri. Data
menyebutkan bahwa pada masa ini peningkatan dibidang industri rata-rata terjadi
sebanyak 18% per tahun, jauh di atas pertanian yang hanya 3% per-tahun. Dan
satu hal yang harus di ingat, kemajuan ekonomi ini terjadi tanpa mengandalkan
investasi asing. Puncak ekonomi dalam kurun waktu ini adalah tahun 1956.
ditandai dengan amat banyaknya industri-industri baru yang muncul.
INFLASI YANG MENYEBABKAN KRISIS EKONOMI 1960
Bertambah banyaknya industri-industri baru yang
relevan dengan pertumbuhan populasi yang begitu tajamnya ternyata tidak mampu
di manage dengan baik oleh pemerintah. Hal inilah yang kemudian memicu
terjadinya inflasi di China pada awal tahun 1957. Sikap yang di ambil oleh
pemerintah adalah melakukan Loncatan Jauh ke Depan, di sini ia mulai menyadari
bahwa sokoguru China sebenarnya bukanlah buruh, melainkan petani. Mao pun mulai
memajukan lagi usaha tradisional yang berbasis di pedesaan, khususnya bidang
pertanian. Namun usaha ini ternyata tidak mampu menjadi solusi sehingga inflasi
terus bergulir hingga memasuki tahun 1960 terjadi krisis ekonomi di China.
Sebelum melanjutkan pada dekade kedua, kami
ingin menyampaikan bahwa ada beberapa bidang lagi yang patut kita ambil
nilai-nilai kebaikannya, di bidang kesehatan pemerintahan Mao memiliki
keunggulan karena telah berhasil menurunkan tingkat kematian dini, sebaliknya tingkat
harapan hidup meningkat pesat meninggalkan negara-negara berpendapatan rendah
lainnya di belakangnya. di bidang pendidikan, pemerintah membangun sarana
pendidikan massal, dan petani China memiliki akses yang sangat luas terhadap
pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dan yang tidak kalah
penting, di bawah Mao polarisasi sosial yang ekstrim antara si kaya dan si
miskin yang menjadi gambaran abadi struktur sosial pra-revolusi 1949, melenyap.
Tak heran jika Harry Magdoff dan John Bellamy Foster, menyimpulkan bahwa pada
akhir masa Mao. Cina sukses membangun struktur masyarakat yang paling egaliter
di dunia dalam pengertian distribusi pendapatan dan pemenuhan akan kebutuhan
dasar.
KRISIS
EKONOMI CHINA (1960-1962)
Dekade kedua (1960-1962) suasana China amatlah
berubah, di masa ini krisis ekonomi terjadi begitu parahnya. Kebijakan yang
diambil dalam kurun waktu ini adalah merubah skala prioritas dari industri
kembali menjadi pertanian, ribuan orang yang telah menjadi buruh diperkotaan
dikembalikan ke desa untuk mengembangkan pertanian. Industri-industri kecilpun
mulai dibatasi oleh pemerintah.
PERGOLAKAN POLITIK 1962-1969 : IMBAS DARI SIKAP REPRESIF PADA
KELOMPOK INTELEKTUAL
Di bidang politik, dampak dari sistem politik tertutup yang
diterapkan Mao yang tidak akomodatif terhadap aspirasi dari bawah menyebabkan
tersumbatnya inovasi-inovasi baru sesuai dengan perkembangan masyarakat. Memang
benar bahwa pemerintah sanggup menyediakan kebutuhan dasar tapi hal tersebut
tidak cukup untuk meredam dinamika dalam masyarakat. Sikap Mao terhadap
kelompok intelektual kiranya bisa kita angkat dalam pembahasan ini karena di
akhir masanya kelompok inilah yang kelak merubah China, khususnya dalam bidang
ekonomi.
Di dalam negeri China, sikap Mao terhadap kelompok intelektual
amatlah represif. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan penafsiran Mao
terhadap pemikiran Marx. Mao yang amat mengagumi Marx seharusnya menekankan
pada basis material, namun kenyataannya berbeda. Perubahan social yang hendak
dilakukan Mao menekankan pada ranah ideologi, padahal sejatinya ajaran Marx
menekankan pada hubungan produksi.
Atas dasar inilah Mao mulai amat represif dengan kalangan
intelektual di China yang notabene memiliki pemikiran dan ideologi beragam.
Berbagai kebijakan di keluarkan Mao dalam rangka menyeragamkan pemikiran dan
ideologi intelektual di China. Kebijakan pertama yang dikelurakan adalah Gaizhao
Sixiang yaitu perombakan pemikiran. Kebijakan ini dilangsungkan dalam
rangka merombak pemikiran seluruh masyarakat khususnya kelompok intelektual
China agar menjadi Marxis seperti dirinya. Berbagai kampanye dilakukan, seluruh
media dan stasiun TV milik China berada di bawah satu departemen yang di sebut
departemen propaganda.
Bagaimana respon kelompok intelektual China saat itu? Mereka
mulai beranggapan bahwa konsep penyeragaman pemikiran merupakan perlambangan
dari kebenaran sepihak yang dipaksakan, ketika seseorang mulai menganggap
pemikirannya yang paling benar dan berusaha menyeragamkan orang lain maka
konsep otoriterlah yang kemudian muncul. Ya! Intelektual china ketika itu mulai
menganggap pemerintah otoriter.
Satu persatu kritikan secara personal mulai dijalankan oleh
para intelektual. Baik melalui media maupun aksi teatrikal, namun kritikan
tersebut ternyata ditanggapi secara serius. Tengok saja, tahun 1951 pemerintah
pernah mengecam film yang berjudul “kisah dari wu xun” sebagai film anti
revolusi, lalu pada tahun 1954, Yu Pingbo penulis Hong Lou meng (mimpi di
loteng merah) di kecam sebagai anti ajaran marxis yang harus diamankan. Begitu
juga dengan Hu Feng, seorang sastrawan yang harus meregang nyawa dipenjara.
GERAKAN
SERATUS BUNGA : 1957
Setidaknya ada dua kebijakan besar yang dikeluarkan
pemerintah dalam rangka menyeragamkan pemikiran intelektual. Pertama adalah
gerakan seratus bunga yang dikeluarkan pada tahun 1957, awalnya ide kebijakan
ini amatlah positif, mao mengajak seluruh intelektual China untuk berkomentar
mengenai keadaan China di tinjau dari perkembangan politik, ekonomi dan
sosialnya. Namun kemudian Mao tidak dapat menerima berbagai tulisan yang telah
dikemukakan para intelektual secara apa adanya. Tiga bulan berjalan kebijakan
seratus bunga, Mao merubahnya menjadi gerakan “anti kanan” setiap orang yang
berbeda pemikiran dengannya dianggap anti kanan dan kontra revolusi. Pada tahun
tersebut sedikitnya 550.000 intelektual dinyatakan berhaluan kanan dan
kontrarevolusi(wibowo, 2000) sehingga layak untuk di hujat, dipenjara bahkan di
asingkan.
REVOLUSI
KEBUDAYAAN 1966 : PENGGANYANGAN KELOMPOK INTELEKTUAL
Kebijakan kedua adalah revolusi kebudayaan yang dikeluarkan
pada tahun 1966. dalam kebijakan ini, intelektual yang bersebrangan dengan Mao
berada pada posisi teratas target pengganyangan. Banyak intektual pada masa ini
yang diklaim sebagai kelompok Chou Lau Jiu (berbau busuk) sehingga harus
dijauhkan, dipenjara bahkan di bunuh.
GEJOLAK
POLITIK YANG BERUJUNG KERUNTUHAN PEMERINTAHAN MAO (1966-1969)
Kebijakan-kebijkan Mao terhadap kelompok intektual
mengakibatkan panasnya politik dalam negeri china kala itu, Mao mulai tersudutkan
dalam negerinya. Di dunia internasional pun tidak berbeda jauh, posisi China
yang amat menentang kapitalis pada saat itu sedang berada dalam era Perang
Dingin. Sehingga china mengalami pemboikotan dan isolasi perdagangan luar
negeri. Hal ini jelas makin menyudutkan China yang kemudian memicu pergolakan
politik hingga kekuasaan Mao runtuh pada tauhn 1969 dan muncullah Deng Xiaoping
sang capitalist roader yang mereformasi ekonomi China menjadi kapital
seperti hari ini.
Kepustakaan :
Hart,
Michael H. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta
: Dunia Pustaka. 1982.
www.questia.com.
Resensi buku Chu-Yuan Cheng. The Economy of Communist China, 1949-1969: With
a Bibliography of Selected Materials on Chinese Economic Development.America
: University of Michigan. 1971
Wibowo.
I. Negara dan Masyarakat. Jakarta : Gramedia.2000.
Sukisman.,WD.
Sejarah China Kontemporer. Jakarta : Pradnya Paramitha.1992
Komentar