Inilah Cara China menjadi Raksasa Dunia
Posted by MIZAN92 on NOVEMBER 14, 2010
Siapa yang tidak tahu China, raksasa Asia kini menjelma
menjadi raksasa dunia dengan berbagai kemajuan di setiap dimensi kehidupan,
dari ekonomi, budaya, peradaban, olah raga sampai kepada ilmu pengetahuan dan
teknologi. Karena itu, apa sebenarnya yang menjadi rahasia dibalik kesuksesan
China tersebut?. Bagaimanakah cara menciptakan peradaban yang begitu agung,
megah dan maju pesat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi.
China merupakan negara yang berkependudukan paling banyak di
dunia, jumlah penduduk pada tahun 2008 diperkirakan sekitar 1.324.655.000.
Namun, dengan banyaknya penduduk tersebut tidak mempengaruhi produk-produk yang
diproduksi oleh China. Hampir dapat dikatakan produk-produk berlabel made in
China medominasi pasar dunia mulai dari sekedar peniti sampai perangkat
elektronika canggih. Lantas apa yang membuat China sedemikian maju?
Di saat negara kita sedang berjuang mati-matian untuk
meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, di lain pihak Cina
justru mengalami tekanan dari dunia agar mau mengambangkan nilai mata uangnya
yang dinilai dipatok terlau rendah. Pematokan nilai yuan yang sudah dilakukan
semenjak tahun 1994 ini diprotes karena dianggap sebagai penyebab utama
miringnya harga produk-produk Cina di pasaran dunia (Sarnianto, 2004).
Kekhawatiran tersebut memang beralasan melihat hampir dapat dikatakan
produk-produk berlabel made in China medominasi pasar dunia mulai dari sekedar
peniti sampai perangkat elektronika canggih.
Banyak faktor yang mendorong perekonomian Cina sehingga bisa
menjadi seperti sekarang ini, dimana dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata
diatas 7% setiap tahunnya telah mengantarkan Cina sebagai salah satu raksasa
perekonomian dunia. Faktor nilai tukar mata uang sudah pasti bukanlah
satu-satunya penyebab produk-produk negara dengan populasi terbesar di dunia
ini mampu berjaya menguasai pasar dunia. Hal ini tentu saja dapat dimaklumi
mengingat kalau hanya faktor itu, seharusnya Indonesia juga sudah bisa
mengambil mamfaat dari nilai tukar rupiah yang sangat menyedihkan.
Salah satu hal lain yang lebih penting dari itu adalah
faktor apakah yang menyebabkan Cina bisa begitu produktif untuk dapat
menghasilkan produk-produk berkualitas yang sangat diterima oleh pasar dunia.
Negara-negara G-7 saja bahkan secara terang-terangan merangkul Cina yang saat
ini menduduki peringkat keempat dalam perdagangan dunia, di bawah AS, Jerman
dan Jepang untuk mau berbagi dan berbicara dalam forum mereka (Pikiran Rakyat,
2 Oktober 2004). Ternyata selain karena aliran modal asing dan teknologi
tinggi, yang justru sangat menarik dari pengalaman Cina adalah besarnya peran
Usaha Kecil dan Menegah (UKM) dan bisnis swasta daerah yang disebut sebagai
Township and Village Enterprises (TVEs) dalam menopang kekuatan ekspornya.
Peran Penting TVEs Bagi Perekonomian Cina
Sumbangsih TVEs bagi perekonomian Cina memang tidak bisa
disepelekan. TVEs yang semula merupakan perkembangan dari industri pedesaan
yang digalakkan oleh pemerintah Cina. Jika pada tahun 1960 jumlahnya hanya
sekitar 117 ribu, namun semenjak reformasi tahun 1978 jumlahnya mengalami
pertumbuhan spektakuler menjadi 1,52 juta. Apabila dilihat dari sisi penyediaan
lapangan kerja, TVEs di akhir tahun 1990-an telah menampung setengah dari
tenaga kerja di pedesaan Cina.
Walaupun perkembangan TVEs ini sempat mengalami pasang surut
dan tidak merata di seluruh wilayah Cina, namun secara rata-rata mengalami
pertumbuhan yang sangat mengesankan. Produksi dari TVEs meningkat dengan rata-rata 22,9 persen pada periode
1978-1994. Secara nasional, output TVEs pada tahun 1994 mencapai 42% dari
seluruh produksi nasional. Sedangkan untuk volume ekspor, TVEs memberikan
kontribusi sebesar sepertiga dari volume total ekspor Cina pada tahun 1990-an
(Pamuji, 2004).
Dilihat dari sisi
perdagangan secara angka di atas kertas memang masih terlihat bahwa ekspor kita
masih surplus dibanding Cina. Menurut data yang diperoleh dari Dubes RI di
China, bahwa tepatnya sampai dengan 3 Agustus 2004 dilihat dari sudut pandang
perdagangan luar negeri China, saat ini Indonesia merupakan negara tujuan
ekspor urutan ke-17 dengan nilai 2,66 miliar dollar AS atau 1,03 persen dari
total ekspor China yang mencapai nilai 258,21 miliar dollar AS. Indonesia juga
menjadi negara asal impor ke-17 bagi China dengan nilai ekspor 3,44 miliar
dollar AS (Osa, 2004).
Akan tetapi dalam
kenyataan di lapangan tampak bahwa barang-barang produksi Cina terlihat di
mana-mana. Kita tidak menutup mata bahwa banyak produk dari negeri panda
tersebut yang masuk secara ilegal ke Indonesia sehingga tidak ikut tercatat
secara resmi dalam laporan tersebut. Namun penjelasan dari Ketua Umum Kadin
Indonesia Komite Cina, Sharif Cicip Sutardjo sangat masuk akal. Sebagaimana
dikutip dari wawancara dengan Sinar Harapan dijelaskan bahwa ekspor Indonesia
ke Cina memang besar namun sebagian besar merupakan bahan mentah dengan jumlah
item yang sangat sedikit, kurang lebih hanya 15 item seperti migas, CPO, karet,
kayu, dan lain-lain. Sedangkan dari Cina kita mengimpor ratusan item, mulai
dari ampas, hasil pertanian, peralatan sampai ke motor dan mobil. Sebagian
besar perusahaan yang menghasilkan produk-produk itu semua di Cina hanyalah
industri swasta, UKM atau TVEs (www.sinarharapan.co.id/ ekonomi/industri/2003/1224/ind2.html).
Kenyataan ini
sungguh berkebalikan dengan keadaan UKM kita yang kurang diberdayakan padahal
memiliki potensi yang sangat besar. Jumlah UKM mencakup 99 % dari total seluruh
industri di Indonesia dan menyerap sekitar 56 % dari jumlah total seluruh
pekerja Indonesia (Rochman, 2003). Untuk itu sangat perlu kita lihat upaya apa
saja yang telah dilakukan oleh pemerintah Cina untuk memajukan industri swasta
khusunya UKM, mengingat UKM kita juga sebenarnya punya kemampuan. Hal ini terbukti
pada saat krisis moneter justru sektor UKM yang mampu bertahan.
Usaha Pemerintah
Cina yang Dirintis Sejak Lama
Apa yang sekarang
Cina nikmati dari industrinya terutama TVEs merupakan hasil usaha
bertahun-tahun. Pada tahun 1986 dipimpin oleh State Science and
Technology Commission (SSTC) Cina memperkenalkan Torch Program yang bertujuan
untuk mengembangkan penemuan-penemuan dan penelitian-penelitian oleh
universitas dan lembaga riset pemerintah untuk keperluan komersialisasi. Hasil
yang diperoleh kemudian ditindaklanjuti dengan membuat New Technology
Enterprises (NTEs). Selanjutnya SSTC mengembangkan 52 high-tchnology zones yang
serupa dengan research park di Amerika dengan bertumpu pada NTEs tadi (Mufson,
1998). Walaupun NTEs ini bersifat perusahaan bersakala besar namun kedepannya
memiliki peran sebagai basis dalam pengembangan teknologi untuk
industri-industri kecil dan menengah.
Pemerintah Cina kemudian masih dengan SSTC mengeluarkan
kebijakan untuk mendukung TVEs yang disebut sebagai The Spark Plan. Kebijakan
ini terdiri dari 3 kegiatan utama yang berangkaian. Pertama, memberikan
pelatihan bagi 200.000 pemuda desa setiap tahunnya berupa satu atau dua teknik
yang dapat diterapkan di daerahnya. Kegiatan kedua dilakukan dengan lembaga
riset di tingkat pusat dan tingkat provinsi guna membangun peralatan teknologi
yang siap pakai di pedesaan. Dan yang ketiga adalah dengan mendirikan 500 TVEs
yang berkualitas sebagai pilot project (Pamuji, 2004).
Pemerintah Cina juga berusaha menempatkan diri sebagai pelayan
dengan menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan oleh industri. Mulai dari
hal yang paling essensial dalam memulai sebuah usaha yaitu birokrasi perizinan
yang mudah dan cepat, dimana dalam sebuah artikel dikatakan bahwa untuk memulai
usaha di Cina hanya membutuhkan waktu tunggu selama 40 hari, bandingkan dengan
Indonesia yang membutuhkan waktu 151 hari untuk mengurus perizinan usaha
(www.suaramerdeka.com/harian/0503/01/eko07.htm).
Tidak ketinggalan infrastruktur penunjang untuk memacu
ekspor yang disiapkan oleh pemerintah Cina secara serius. Bila pada tahun 1978 total panjang jalan raya di
Cina hanya 89.200 km, maka pada tahun 2002 meningkat tajam menjadi 170.000 km.
Untuk pelabuhan, setidaknya saat ini Cina memiliki 3.800 pelabuhan angkut, 300
di antaranya dapat menerima kapal berkapasitas 10.000 MT. Sementara untuk
keperluan tenaga listrik pada tahun 2001 saja Cina telah mampu menyediakan
sebesar 14,78 triliun kwh, dan saat ini telah dilakukan persiapan untuk
membangun PLTA terbesar di dunia yang direncanakan sudah dapat digunakan pada
tahun 2009 (Wangsa, 2005).
SDM Terbaik
Sebagai Pengusaha
Dalam hal SDM
untuk dunia usaha Cina juga tidak tanggung-tanggung dalam mengarahkan
orang-orang terbaiknya untuk menjadi pengusaha yang handal. Sejak tahun 1990-an,
Cina telah mengirimkan ribuan tenaga mudanya yang terbaik untuk belajar ke
beberapa universitas terbaik di Amerika Serikat, seperti Harvard, Stanford, dan
MIT. Di Harvard saja, Cina telah mengirimkan ribuan mahasiswanya untuk
mempelajari sistem ekonomi terbuka dan kebijakan pemerintahan barat, walaupun
Cina masih menerapkan sistim ekonomi yang relatif tertutup. Sebagai
hasilnya, Cina saat ini telah memiliki jaringan perdagangan yang sangat mantap
dengan Amerika, bahkan memperoleh status sebagai The Most Prefered Trading
Partner (Kardono, 2001).
Pemerintah Cina juga membujuk para overseas Chinese scholars
and professionals, terutama yang sedang dan pernah bekerja di pusat-pusat riset
dan MNCs di bidang teknologi di seluruh penjuru dunia untuk mau pulang kampung
dan membuka perusahaan baru di Cina. Mantan-mantan tenaga ahli dari Silicon
Valley dan IBM ini misalnya, diharapkan nantinya juga akan dapat mempermudah
pembukaan jaringan usaha dengan MNCs ex-employer lainnya yang tersebar di
seluruh dunia (www.mail-archive.com/bhtv @paume.itb.ac.id/msg00042.html). Tentu
saja bujukan itu dilakukan dengan iming-iming kemudahan dan fasilitas untuk
memulai usaha, seperti insentif pajak, kemudahan dalam perizinan, dan suntikan
modal.
Indonesia Harus
Bisa Mengambil Pelajaran dari Cina
Kita sebaiknya
bisa belajar dari kesuksesan Cina mengembangkan dunia usaha dan industrinya.
Hal ini jauh lebih baik ketimbang hanya menggerutu melihat produk-produk Cina
yang membanjiri pasar dalam negeri. Merajalelanya produk-produk Cina dengan
harga yang murah dan berkualitas harus dilihat tidak hanya sebagai ancaman,
namun juga sebagai pemicu agar Indonesia bisa bergerak ke arah perbaikan. Pada
kesempatan ini penulis dengan keterbatasan kapasitas yang dimiliki akan mencoba
merumuskan beberapa masukan berupa langkah yang sebaiknya kita tempuh berkaitan
dengan apa yang telah dilakukan dan diraih oleh Cina.
Pertama, yaitu
kita harus mencoba mengkaji kebijakan-kebijakan Cina dalam perekonomian
khususnya dalam memajukan dunia usahanya. Setelah itu dirumuskan manakah
yang bisa dan tepat untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini mengingat keadaan ,
latar belakang, dan budaya Cina yang tidak sama dengan Indonesia.
Langkah kedua yang bisa ditempuh adalah dengan mempererat
hubungan kerja sama dengan Cina, tidak saja dalam ekonomi namun juga pada
bidang-bidang lainnya yang dianggap penting. Dalam bidang ekonomi dan keamanan
misalnya dengan membuat nota kesepahaman tentang kerjasama dalam penanganan
penyelundupan di kedua negara. Bentuk kerjasama yang lain misalnya adalah
dengan melakukan sinergi industri antara kedua negara. Seperti yang sudah
berjalan pada industri lilin antara Indonesia dan Cina, dimana terdapat
kesepakatn tidak tertulis dalam pembagian fokus industri, dengan pembagian
industri hulu dan menegah yang ditangani Indonesia sedangkan hilir dipegang
oleh Cina.
Ketiga, adalah dengan menciptakan budaya wirausaha di
Indonesia. Hal ini bisa dilakukan dengan meniru langkah pemerintah Cina dengan
kebijakan-kebijakannya dalam merangsang munculnya para pengusaha-pengusaha
baru. Akan tetapi apabila dilihat lebih cermat, sebenarnya yang menjadi masalah
utama di Indonesia terletak pada paradigma berpikir masyarakatnya. Di Indonesia
hampir tidak ada kita kita lihat keinginan yang besar dari kalangan terdidik untuk
menjadi pengusaha.
Penyebabnya bisa jadi karena malas dan takut mengambil
resiko untuk berjuang dari nol apabila menjadi pengusaha. Masyarakat kita juga
pada umumnya menaruh simpati yang lebih besar pada profesi-profesi yang secara
praktis terlihat ekslusif, seperti dokter, akuntan, dan pengacara dibanding
dengan wirausaha. Keadaan ini lebih diperburuk dengan sistem pendidikan kita
yang cenderung mengabaikan pelajaran tentang kewirausahaan dan kepemimpinan.
Hal ini sangat berkebalikan dengan budaya wirausaha yang sangat kental dari
penduduk Cina.Langkah keempat adalah dengan memaksimalkan peran akademisi yaitu
peneliti untuk menunjang dunia usaha. Selama ini diantara banyak kendala dunia
usaha kita terutama UKM, yang paling besar adalah dari sisi teknologi dan
metode yang tidak efisien dan jauh tertinggal dari pesaingnya di luar negeri. Untuk itu kiranya para peneliti mau turun
dari menara gading untuk mau membantu penelitian industri-industri di
Indonesia. Sudah saatnya penelitian yang dilakukan bisa lebih membumi sehingga
dapat juga dinikmati oleh industri-industri kecil dan menengah.
Faktor makanan
Ikan merupakan makanan bagi orang China. Sebagaimana kita
ketahui bahwa di dalam ikan terdapat unsur-unsur yang sangat membantu kerja
otak diantaranya adalah protein. Cara penyajiannya pun tidak dengan dimasak
matang. Ikan yang sudah ditangkap hanya diberikan bumbu yang ditaburkan di sisi
ikan tersebut. Sehingga kandungan protein di dalam ikan tersebut tidak hilang.
Selain ikan, masyarakat China juga banyak menghidangkan sayuran hijau. Dengan
keduanya menjadikan rakyat China mempunyai otak yang cemerlang.
Faktor Pendidikan
Ketika seorang anak tumbuh dewasa, seorang ayah akan
mengambil keputusan pakah anak tersebut mengenyam pendidikan atau hanya menjadi
penjaga gudang? Hal ini ditentukan dari bakat sang anak. Jika anak lebih
condong ke pendidikan maka sang ayah tidak segan-segan untuk menyekolahkan
anaknya hingga jenjang sekolah tinggi. Namun jika sang anak tidak tampak dalam
dirinya untuk sekolah maka sang ayah akan menempatkan ia menjadi penjaga gudang
saja. Kurang lebih begitulah cara orang China mendidik anak.
Lebih mulia jadi pedagang (dari pada jadi karyawan)
Orang China percaya bahwa hanya dengan berdaganglah mereka
dapat menjadi kaya dan meningkatkan taraf hidup mereka. Dunia dagang adalah
dunia yang menjanjikan kesenangan, kemewahan dan kebahagiaan. Kalau dulu ajaran
Konfisianisme menganggap bahwa golongan pedagang menindas dengan mengambil
keuntungan berlebih sehingga tidak begitu dihormati, maka ajaran tersebut
ditafsirkan kembali dan malah memberi semangat bagi orang Tionghoa agar
melibatkan diri dalam perdagangan. Menurut Ann Wang Seng, kedudukan sebagai pedagang
dilihat lebih tinggi daripada pegawai, meskipun gajinya lebih besar. Berdagang
sendiri berarti sesorang dapat menjadi bos dan tuan. Orang yang berdagang juga
dikatakan berani dan hanya orang yang berani yang memiliki kesempatan menjadi
kaya dan sukses.
Kerja keras, kerja keras dan kerja keras (kerja efektif)
Kalau dibilang nothing can replace hardwork itu memang ada
benarnya. Salah satu resep keberhasilan dagang orang China adalah kerja keras.
Kebanyakan jam kerja mereka lebih panjang dari orang lain. Walaupun sudah
berhasil, mereka juga tetap bekerja antara 16-18 jam sehari. Banyak pengusaha
sukses dapat lahir tanpa bekal apapun, kecuali semangat, keyakinan dan usaha
yang tidak mengenal kata jemu. Orang China percaya bahwa hanya dengan bekerja
keras dan berani membuka peluang, mereka akan berhasil.
Risk taker (OINK! luv it)
Selain daya juang dan semangat yang tinggi, hal menonjol
lainnya adalah sikap risk taking. Bagi orang China, pedagang sejati dan pandai
adalah yang menyukai risiko dan tantangan. Semakin tinggi risiko, makin banyak
peluang yang tersedia. Selain itu, masalah juga harus dijadikan batu loncatan,
bukannya penghalang untuk berhasil.
Pintar melihat peluang (Buka mata, liat sekeliling)
Ada sebuah pepatah yang mengatakan, ’tinggalkan orang China
di mana saja, mereka akan dapat hidup dan menciptakan peluang dagang. Orang
China adalah bangsa yang paling fleksibel, mudah berubah dan menyesuaikan diri
di manapun. Mereka akan dapat hidup dan mencari makan di manapun mereka berada.
Orang China mudah beradaptasi untuk menyesuaikan dengan perubahan iklim ekonomi
dan perilaku pasar. Tak heran, banyak peluang bisnis yang mereka ciptakan dari
bisnis yang awalnya dianggap tidak menguntungkan, seperti menjual air di
pinggir jalan, berjualan surat kabar lama, kaleng kosong dan lain sebagainya.
Mulai dengan usaha ritel (Suatu hal tak kan ada seblum
dicoba)
Dasar perdagangan orang China adalah toko ritel. Mereka
belajar mengurus dan mengendalikan urusan jual beli melalui perdagangan toko
ritel. Menguasai toko ritel berarti akan menguasai pasar, dan kemudian menjadi
penentu bagi kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Tidak heran jika mereka
menguasai bukan saja urusan jual beli, namun juga pengeluaran, pemasaran,
distribusi, promosi sampai menentukan laku atau tidaknya produk itu.
Jaringan yang solid (Koneksi di banyakin fren)
Kalau selama ini
kita lihat jaringan bisnis China sangat kuat di antara sesama mereka, itu
karena konsep bisnis mereka. Mereka menganggap bahwa setiap pedagang saling
melengkapi. Misalnya, restoran akan mengambil suplai bahan makanannya dari
toko-toko makanan yang berada di sekitarnya. Dengan demikian, perdagangan di
kawasan itu akan berkembang pesat karena sudah terwujud sikap saling membantu
dan saling dukung yang kuat di kalangan pedagang. Bagi orang Tionghoa, kegiatan
perdagangan perlu diperbanyak ragam dan jenisnya karena selain dapat memberikan
pilihan kepada pembeli, hal ini juga dapat membantu pedagang lain mendapatkan
penghasilan. Etika yang tidak tertulis ini memungkinkan para pedagang Tionghoa
dapat hidup di satu kawasan dan menguasai pasar.
Sedekah
Agar keuntungan
terus bertambah, sebagian keuntungan harus dialokasikan bagi mereka yang
membutuhkan. Orang memercayai bahwa derma yang disalurkan kepada orang miskin,
institusi pendidikan, organisasi sosial, panti jompo, golongan cacat dan
pelajar-pelajar yang tidak mampu bukan saja suatu hal yang baik, namun juga
akan mendapat berkah. Keuntungan berderma mungkin bukan dalam bentuk
materi, melainkan nama baik, dan budi pekerti yang senantiasa akan dikenang.
Dalam budaya Cina, orang Cina melakukan tirakat dengan makan
bubur sebelum sukses. Dalam ilmunya R.Kiyosaki, kita tidak boleh tergoda untuk
memiliki Liabilitas, sebelum Asset kita benar-benar bekerja menghasilkan
kekayaan bagi kita.
Alhasil, China
berhasil dengan adanya usaha yang keras dari diri pribadi. Sehingga China bisa
menjadi negara yang sukses dan berkembang. Maka benarlah apa-apa yang dikatakan
oleh Nabi SAW “tuntutlah ilmu walau sampai di negeri China”, semua itu terbukti
dengan kesuksesan China pada zaman dahulu hingga sekarang
Komentar